Sabtu, 14 Juni 2014

Metode Pembelajaran Untuk Mengembangkan Kesiapan Sekolah Anak Prasekolah



Ada beberapa metode pembelajaran yang dapat diterapkan untuk mengembangkan kesiapan sekolah pada anak usia pra-sekolah. Metode-metode pembelajaran berikut, merupakan metode pembelajaran yang banyak direkomendasikan oleh para pakar pendidikan pra-sekolah untuk mengembangkan kesiapan anak memasuki pendidikan sekolah dasar.

a.   Metode Bermain
Salah satu aspek utama pendidikan pra-sekolah adalah bermain. Bermain merupakan cara/jalan bagi anak untuk mengungkapkan hasil pemikiran, perasaan serta cara mereka menjelajahi dunia lingkungannya. Dengan bermain anak memiliki kesempatan untuk bereksplorasi, menemukan, mengekspresikan perasaan, berkreasi, belajar secara menyenangkan. Bermain membantu anak menjalin hubungan sosial antar anak (Padmonodewo, 2003).

Peran guru dalam bermain adalah menyediakan lingkungan di mana murid-murid dapat bermain bersama menggunakan beragam bahan yang dirancang untuk memfasilitasi pembelajaran dan perkembangan mereka (Muijs & Reynolds, 2008). Guru juga dapat bergabung di dalam permainan murid untuk memperluas permainan tersebut. Selama menggunakan metode bermain, guru hendaknya memastikan bahwa semua anak bergabung diberbagai kegiatan, dan perlu memperkenalkan ide-ide dan situasi-situasi baru. Hal tersebut dapat dilakukan selama proses bermain, dengan mengopservasi berbagai masalah anak dan membantu mereka mengatasinya. Sebagai contoh, saat menyusun balok, anak-anak pada awalnya akan menumpuk-numpuknya begitu saja dan mereka akan menemukan bahwa bangunan dari balok yang mereka susun akan cepat roboh. Dalam konteks tersebut, guru dapat menunjukkan kepada anak tentang bagaimana dinding kelas mereka dibangun sehingga dapat membantu mereka menyusun bangunan dari balok-balok tersebut secara lebih baik. 

b.   Metode Belajar Kooperatif
Belajar kooperatif dapat dimaknai anak-anak belajar dalam kelompok kecil, dan setiap anak dapat berpartisipasi dalam tugas-tugas bersama yang telah ditentukan dengan jelas, dan supervisi diarahkan oleh guru (Masitoh, dkk; 2005). 

Belajar kooperatif mencakup semua jenis kerja kelompok, termasuk bentuk-bentuk kerja kelompok yang lebih dipimpin oleh guru atau di arahkan oleh guru (Muijs & Reynolds, 2008:89). Belajar kooperatif juga melibatkan anak untuk berbagi tanggung jawab antara guru dan anak untuk mencapai tujuan pendidikan. Peran guru adalah mendukung anak untuk belajar bersama-sama, sedangkan anak-anak melakukan tugas dan berperan sebagai teman sejawat dan tutor bagi anak-anak lainnya. Contoh tugas-tugas kooperatif dalam konteks pendidikan pra-sekolah antara lain adalah menciptakan nama kelompok, membuat makanan ringan, bekerjasama membuat menara, bekerjasama menyusun puzzel, dan menyelidiki bagaimana katak hidup.

Menurut Harmin (Masitoh, dkk; 2005:171), belajar kooperatif memiliki karakteristik antara lain sebagai berikut:
 
·           Semua anggota bertanggung jawab untuk belajar dari dirinya sendiri dan belajar dari orang lain.
·    Anak-anak memberikan konstribusi terhadap anak lainnya dengan cara membantu, memberikan dorongan, mengkritik dan menghargai pekerjaan orang lain.
·     Setiap individu bertanggung jawab untuk mencapai hasil kelompok. Kegiatan dibangun sedemikian rupa sehingga setiap anak berbagi tanggung jawab untuk mencapai tujuan. Umpan balik diberikan kepada individu dan kelompok secara keseluruhan.
·  Anak-anak harus mempunyai kesempatan untuk menggambarkan kerja kelompoknya.
Dengan menggunakan metode belajar kooperatif pada pendidikan pra-sekolah diharapkan guru dapat:
·           Mengembangkan perasaan dan harga diri positif serta meningkatkan ketrampilan anak.
·           Meningkatkan kemampuan anak dalam mengerjakan tugas.
·           Meningkatkan toleransi di antara anak.
·        Meningkatkan kemampuan anak berbicara, mengambil prakarsa, membuat pilihan, dan secara umum mengembangkan kebiasaan belajar sepanjang hayat.
c.   Metode Drama dan Sandiwara Pendek
Cara lain guna memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk ikut ambil bagian di dalam kegiatan yang mereka nikmati, yang memiliki manfaat pendidikan cukup kuat, khususnya dalam mengembangkan kemampuan berbahasa dan berbicara anak. Melalui drama, anak diberi kesempatan untuk dapat terlibat di dalam percakapan yang berbeda dengan apa yang mereka lakukan sehari-hari, serta juga dapat membantu memperluas pemikiran mereka (Hendy dan Toon dalam Muijs & Reynolds, 2008).

d.   Metode Demonstrasi
Secara umum, demonstrasi melibatkan satu orang atau lebih untuk menunjukkan kepada orang lain bagaimana bekerjanya sesuatu dan bagaimana tugas-tugas itu dilaksanakan. Ketika seseorang mendemonstrasikan sesuatu, harus dilakukan pengamatan terhadap kegiatan yang dilaksanakan. Guru menggunakan metode demonstrasi untuk mendeskripsikan tentang sesuatu yang akan dilakukan anak-anak.

Menurut Masitoh, dkk. (2005), metode demonstrasi dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
·           Meminta perhatian anak.
·           Memperlihatkan sesuatu kepada anak-anak.
·       Meminta tanggapan atau respon anak terhadap apa yang mereka lihat dan dengar dengan tindakan dan kata-kata.
Dalam implementasinya, metode ini perlu dikombinasikan dengan metode-metode lainnya, mengingat demonstrasi hanya merupakan bagian kecil dari interaksi pembelajaran yang kompleks.

e.   Metode Diskusi Kelompok Kecil atau Diskusi Kelas
Metode diskusi merupakan sebuah metode yang menunjukkan adanya interaksi timbal balik atau multi arah antara guru dan anak (guru berbicara kepada anak atau anak yang berbicara kepada guru, dan anak berbicara dengan anak dengan anak). Diskusi menggabungkan strategi undangan, refleksi, pertanyaan, dan pernyataan. Dalam diskusi guru tidak membimbing percakapan tetapi mendorong anak-anak untuk mengemukakan gagasannya sendiri dan mengkomunikasikan gagasan secara lebih luas serta mendengarkan pendapat orang lain. Metode ini dapat membantu mengembangkann ketrampilan mendengarkan, ketrampilan berkomunikasi, ketrampilan untuk menghasilkan ide-ide, serta menghormati pendapat orang lain.

f.    Metode Pemecahan Masalah
Kegiatan pemecahan masalah pada dasarnya merupakan salah satu variasi dari metode penemuan terbimbimbing.Harlan (1988) dan Hendrick (1997) dalam Masitoh, dkk. (2005) mengemukakan bahwa dalam kegiatan ini anak-anak terlibat secara aktif dalam kegiatan perencanaan, peramalan, pembuatan keputusan, mengamati hasil tindakannya, sedang guru lebih bertindak sebagai fasilitator yang membimbing dan mengarahkan anak dalam melakukan kegiatan pemecahan masalah secara lebih baik.

Terkadang ide masalah dapat muncul dari peristiwa yang terjadi secara alamiah, dan terkadang juga harus direncanakan terlebih dahulu oleh guru. Masalah yang paling baik bagi anak-anak adalah masalah yang memungkinkan mereka mengumpulkan informasi yang konkrit, dan mengandung lebih dari satu pemecahan masalah, dapat diamati, memudahkan anak-anak untuk mengevaluasinya, dan memungkinkan anak untuk membuat keputusannya sendiri. Masalah yang baik akan dapat menolong anak untuk menganalisis, menyampaikan dan mengevaluasi peristiwa, informasi dan ide. Masalah yang baik juga akan mampu mendorong anak untuk membuat hubungan secara mental dan membangun ide.

g.    Mengategorisasikan Objek
Seperti mainan atau bahan-bahan lain di kelas, menurut kriteria seperti bentuk, ukuran, atau warna akan membantu anak-anak mengembangkan ketrampilan klasifikasi dan kemampuan matematisnya. Guru perlu memastikan bahwa anak-anak menjelaskan kriteria yang mereka gunakan untuk mengklasifikasikan benda-benda tersebut dan usahakan semua anak memahami kriteria yang mereka gunakan.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Putri Utami Oktiawandhani © 2008. Design By: SkinCorner