Ada beberapa metode pembelajaran yang
dapat diterapkan untuk mengembangkan kesiapan sekolah pada anak usia
pra-sekolah. Metode-metode pembelajaran berikut, merupakan metode pembelajaran
yang banyak direkomendasikan oleh para pakar pendidikan pra-sekolah untuk
mengembangkan kesiapan anak memasuki pendidikan sekolah dasar.
a.
Metode Bermain
Salah satu aspek utama pendidikan
pra-sekolah adalah bermain. Bermain merupakan cara/jalan bagi anak untuk
mengungkapkan hasil pemikiran, perasaan serta cara mereka menjelajahi dunia
lingkungannya. Dengan bermain anak memiliki kesempatan untuk bereksplorasi,
menemukan, mengekspresikan perasaan, berkreasi, belajar secara menyenangkan.
Bermain membantu anak menjalin hubungan sosial antar anak (Padmonodewo, 2003).
Peran guru dalam bermain adalah
menyediakan lingkungan di mana murid-murid dapat bermain bersama menggunakan
beragam bahan yang dirancang untuk memfasilitasi pembelajaran dan perkembangan
mereka (Muijs & Reynolds, 2008). Guru juga dapat bergabung di dalam
permainan murid untuk memperluas permainan tersebut. Selama menggunakan metode
bermain, guru hendaknya memastikan bahwa semua anak bergabung diberbagai
kegiatan, dan perlu memperkenalkan ide-ide dan situasi-situasi baru. Hal
tersebut dapat dilakukan selama proses bermain, dengan mengopservasi berbagai
masalah anak dan membantu mereka mengatasinya. Sebagai contoh, saat menyusun
balok, anak-anak pada awalnya akan menumpuk-numpuknya begitu saja dan mereka
akan menemukan bahwa bangunan dari balok yang mereka susun akan cepat roboh.
Dalam konteks tersebut, guru dapat menunjukkan kepada anak tentang bagaimana
dinding kelas mereka dibangun sehingga dapat membantu mereka menyusun bangunan
dari balok-balok tersebut secara lebih baik.
b.
Metode Belajar Kooperatif
Belajar kooperatif dapat dimaknai
anak-anak belajar dalam kelompok kecil, dan setiap anak dapat berpartisipasi
dalam tugas-tugas bersama yang telah ditentukan dengan jelas, dan supervisi
diarahkan oleh guru (Masitoh, dkk; 2005).
Belajar kooperatif mencakup semua jenis
kerja kelompok, termasuk bentuk-bentuk kerja kelompok yang lebih dipimpin oleh
guru atau di arahkan oleh guru (Muijs & Reynolds, 2008:89). Belajar
kooperatif juga melibatkan anak untuk berbagi tanggung jawab antara guru dan
anak untuk mencapai tujuan pendidikan. Peran guru adalah mendukung anak untuk
belajar bersama-sama, sedangkan anak-anak melakukan tugas dan berperan sebagai
teman sejawat dan tutor bagi anak-anak lainnya. Contoh tugas-tugas kooperatif
dalam konteks pendidikan pra-sekolah antara lain adalah menciptakan nama
kelompok, membuat makanan ringan, bekerjasama membuat menara, bekerjasama
menyusun puzzel, dan menyelidiki bagaimana katak hidup.
Menurut Harmin (Masitoh, dkk;
2005:171), belajar kooperatif memiliki karakteristik antara lain sebagai
berikut:
·
Semua
anggota bertanggung jawab untuk belajar dari dirinya sendiri dan belajar dari
orang lain.
· Anak-anak
memberikan konstribusi terhadap anak lainnya dengan cara membantu, memberikan
dorongan, mengkritik dan menghargai pekerjaan orang lain.
· Setiap
individu bertanggung jawab untuk mencapai hasil kelompok. Kegiatan dibangun
sedemikian rupa sehingga setiap anak berbagi tanggung jawab untuk mencapai
tujuan. Umpan balik diberikan kepada individu dan kelompok secara keseluruhan.
· Anak-anak
harus mempunyai kesempatan untuk menggambarkan kerja kelompoknya.
Dengan menggunakan metode belajar
kooperatif pada pendidikan pra-sekolah diharapkan guru dapat:
·
Mengembangkan
perasaan dan harga diri positif serta meningkatkan ketrampilan anak.
·
Meningkatkan
kemampuan anak dalam mengerjakan tugas.
·
Meningkatkan
toleransi di antara anak.
· Meningkatkan
kemampuan anak berbicara, mengambil prakarsa, membuat pilihan, dan secara umum
mengembangkan kebiasaan belajar sepanjang hayat.
c.
Metode Drama dan Sandiwara Pendek
Cara lain guna memberikan kesempatan
kepada anak-anak untuk ikut ambil bagian di dalam kegiatan yang mereka nikmati,
yang memiliki manfaat pendidikan cukup kuat, khususnya dalam mengembangkan
kemampuan berbahasa dan berbicara anak. Melalui drama, anak diberi kesempatan untuk
dapat terlibat di dalam percakapan yang berbeda dengan apa yang mereka lakukan
sehari-hari, serta juga dapat membantu memperluas pemikiran mereka (Hendy dan
Toon dalam Muijs & Reynolds, 2008).
d.
Metode Demonstrasi
Secara umum, demonstrasi melibatkan satu
orang atau lebih untuk menunjukkan kepada orang lain bagaimana bekerjanya
sesuatu dan bagaimana tugas-tugas itu dilaksanakan. Ketika seseorang
mendemonstrasikan sesuatu, harus dilakukan pengamatan terhadap kegiatan yang
dilaksanakan. Guru menggunakan metode demonstrasi untuk mendeskripsikan tentang
sesuatu yang akan dilakukan anak-anak.
Menurut Masitoh, dkk. (2005), metode
demonstrasi dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
·
Meminta
perhatian anak.
·
Memperlihatkan
sesuatu kepada anak-anak.
· Meminta
tanggapan atau respon anak terhadap apa yang mereka lihat dan dengar dengan
tindakan dan kata-kata.
Dalam implementasinya, metode ini perlu
dikombinasikan dengan metode-metode lainnya, mengingat demonstrasi hanya
merupakan bagian kecil dari interaksi pembelajaran yang kompleks.
e.
Metode Diskusi Kelompok
Kecil atau Diskusi Kelas
Metode diskusi merupakan sebuah metode
yang menunjukkan adanya interaksi timbal balik atau multi arah antara guru dan
anak (guru berbicara kepada anak atau anak yang berbicara kepada guru, dan anak
berbicara dengan anak dengan anak). Diskusi menggabungkan strategi undangan,
refleksi, pertanyaan, dan pernyataan. Dalam diskusi guru tidak membimbing
percakapan tetapi mendorong anak-anak untuk mengemukakan gagasannya sendiri dan
mengkomunikasikan gagasan secara lebih luas serta mendengarkan pendapat orang
lain. Metode ini dapat membantu mengembangkann ketrampilan mendengarkan,
ketrampilan berkomunikasi, ketrampilan untuk menghasilkan ide-ide, serta
menghormati pendapat orang lain.
f.
Metode Pemecahan Masalah
Kegiatan pemecahan masalah pada
dasarnya merupakan salah satu variasi dari metode penemuan terbimbimbing.Harlan
(1988) dan Hendrick (1997) dalam Masitoh, dkk. (2005) mengemukakan bahwa dalam
kegiatan ini anak-anak terlibat secara aktif dalam kegiatan perencanaan,
peramalan, pembuatan keputusan, mengamati hasil tindakannya, sedang guru lebih
bertindak sebagai fasilitator yang membimbing dan mengarahkan anak dalam
melakukan kegiatan pemecahan masalah secara lebih baik.
Terkadang ide masalah dapat muncul dari
peristiwa yang terjadi secara alamiah, dan terkadang juga harus direncanakan
terlebih dahulu oleh guru. Masalah yang paling baik bagi anak-anak adalah
masalah yang memungkinkan mereka mengumpulkan informasi yang konkrit, dan
mengandung lebih dari satu pemecahan masalah, dapat diamati, memudahkan
anak-anak untuk mengevaluasinya, dan memungkinkan anak untuk membuat
keputusannya sendiri. Masalah yang baik akan dapat menolong anak untuk
menganalisis, menyampaikan dan mengevaluasi peristiwa, informasi dan ide.
Masalah yang baik juga akan mampu mendorong anak untuk membuat hubungan secara
mental dan membangun ide.
g.
Mengategorisasikan Objek
Seperti mainan atau bahan-bahan lain di
kelas, menurut kriteria seperti bentuk, ukuran, atau warna akan membantu anak-anak
mengembangkan ketrampilan klasifikasi dan kemampuan matematisnya. Guru perlu
memastikan bahwa anak-anak menjelaskan kriteria yang mereka gunakan untuk
mengklasifikasikan benda-benda tersebut dan usahakan semua anak memahami
kriteria yang mereka gunakan.
0 komentar:
Posting Komentar